Selasa, 01 Desember 2009


KERAJAAN INDRAGIRI


3.1 Raja-raja Kritang (Inderagiri) di Pengasingan

  1. Orang-orang Indragiri di Melaka

Sebagai hadiah perkawinan putri Batara Majapahit Raden Galuh Candra Kirana dengan Sultan Mansyur Syah dari Melaka, Tun Bijayasura minta Inderagiri sebagai daerah jajahan Melaka. (Abdullah Ibn AM, 1952:135). Peristiwa tersebut merupakan tonggak sejarah bagi Inderagiri (Keritang), karena selama Inderagiri tunduk dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Rajanya tetap berada ditengah-tengah rakyatnya. Sedangkan setelah Inderagiri menjadi jajahan Melaka, rajanya tidak diperkenankan tinggal di Indragiri, tetapi dibawah ke Melaka. Raja Merlang (lebih kurang 1400-1473) dipisahkan dengan rakyatnya, berarti terputusnya hubungan langsung antara Raja Merlang dengan rakyatnya, sebaiknya lebih menguntungkan bagi Melaka, mudah mengawasi Inderagiri, karena rajanya berada dekat Sultan.

Supaya Raja Merlang tidak berusaha untuk kembali ke Inderagiri (Keritang), di kawinkan dengan Putri bakal anak Sultan Mansur Syah. Dari perkawinan ini raja mendapatkan putra Narasinga. Putranya dibesarkan di Melaka dan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syah (1488-1511), Narasinga di angkat menjadi menantu Sultan itu (A. Samad Ahmad, 1986:215, 217). Sesudah Raja Merlang wafat, Raja Inderagiri (Keritang) diteruskan Narasinga (1473-1508).

 

  1. Raja Narasinga kembali ke Inderagiri

Keinginan Narasinga  untuk kembali ke Inderagiri sejalan dengan kehendak rakyat dan pemerintah di Inderagiri untuk menjemput Raja Melaka. Kedatangan Narasinga memang diharapkan untuk  menyelesaikan perbedaan pendapat antara Datuk Patih dan Datuk Temenggung, terutama mengenai dasar hukum yang berlaku di Inderagiri. Datuk Patih menolak syariat Islam sebagai dasar hukum untuk menjalankan pemerintahan. Dia menginginkan sebagai dasar pemerintahan menurut adat lama, adat bukan Islam. Sebaliknya Datuk Temenggung sebagai penganut Islam menginginkan dasar hukum yang di perlakukan menurut syariat Islam (Jamal Lako Sutan, tt:12).

 

 

 

3.2 Berdirinya Kesultanan Indragiri

  1. Narasinga Menjadi Sultan Pertama (1508 – 1532)

Setelah Narasing sampai ke dungai Keruh atau disebut Sungai Inderagiri, Rakit Kulim yang di tumpanginya merapat di kampung Perigi Raja. Setelah sampai di Pekantua rombongan itu berhenti dan mereka akan tinggal dan menetap disana, karena Pekantua ketinggian dari permukaan air dan tidak jauh dari muara sungai sehingga cocok untuk tempat tinggal.

Setelah Pekantua dipilih sebagai tempat tinggal rombongan Narasinga, maka dia di lantik menjadi Sultan Inderagiri dengan gelar Maulana Paduka Sri Sultan Alauddin Iskandar Syah Johan  pada tahun 1508. Pelantikan itu dilakukan Datuk Patih, setelah terlebih dahulu Datuk Raja Mahkota memasang “Mahkota Raja” ke atas kepala Sultan.

Sesudah Narasinga dilantik sebagai Sultan maka selanjutnya dilantik pula Tun Ali untuk menjadi Bendahara sebagai kelengkapan perangkat pemerintahan kerajaan itu. Tun Ali diangkat dan diberi gelar “Raja di Balai” dengan tugasnya menyelesaikan perkara-perkara pengadilan dan urusan penghasilan kerajaan.

 

  1. Usaha Sultan membenahi kerajaan

Dalam sejarah melayu disebutkan bahwa Maharaja Isab yang mengakui dirinya raja Inderagiri tidak mau mengakui Narasinga sebagai raja yang sah. Karena itu, Maharaja Isab diserang oleh Tun Kecil dan Tun Ali sehinggan Maharaja Isab melarikan diri ke Lingga. Kedua orang itu adalah pengikut Narasing yang meninggalkan Melaka. Maharaja Isab di tampung oleh Maharaja Megar yakni orang yang berkuasa di Lingga pada saat itu. Bahkan Maharaja Isab di ambil sebagai menantu Maharaja Megat. Setelah Maharaja Megat wafat, Maharaja Isab, Maharaja Isab dianggkat pula sebagai menantu Maharaja Megat tentulah karena ada hubungan antara keduanya.

Pengangkatan Maharaja Isab menjadi raja Lingga sebelum Melaka diserang Portugis tahun 1511. sebab pada saat dia menghadap, Sultan Mahmud Syah I masih tetap di Melaka. Pada saat itu pula narasinga menyerang Lingga dalam usaha membalas tindakan dan sikap Maharaja Isab yang tidak mengakui Narasinga sebagai Raja Inderagiri yang sah. Kebencian narasinga terhadap Maharaja Isab tidak cukup sekedarnya dari Keritang, tetapi secara ofensif melakukan pengejaran ke Lingga. Namun pengejaran itu tidak menemui Maharaja, sebab dia sedang menghadap ke Melaka, karena itu keluarganya dibawa ke Indragiri.

Rakyat Lingga menepati janjinya ketika mereka dengan komando Maharaja Isab menyerang Inderagiri pada saat Narasinga bersama permaisurinya (Putri Sultan Mahmud Syah I, sedang menghadap Sultan Mahmud Syah I.

Setelah penyerangan itu Maharaja Isab menghadap kepada Sultan Mahmud Syah I yang kebetulan saat itu masih menerima Narasinga. Sultan Mahmud Syah I menerima penjelasan Maharaja Isab mengenai penyerangannya yang telah dilakukan ke Inderagiri. Akhirnya Sultan mendapatkan kesepakatan perdamaian dengan suatu pernyataan yang mengokohkan persahabatan di antara keduanya. Kesepakatan meruakan tonggak sejarah bagi Lingga dan Inderagiri bahwa mereka tidak akan saling menyerang lagi, bahkan mereka seperti bersaudara layaknya. Selama lebih kurang 4 tahun (1508 – 1511) banyak kejadian yang dapat dicatat dalam proses kehidupan kerajaan Inderagiri, Lingga dan Melaka. Diperkirakan dalam tahun 1511 Narasing meninggalkan Melaka dan sekaligus dalam tahun 1508-1511 telah terjadi penyerangan timbal balik antara Narasinga dan Maharaja Isab, selanjutnya tahun 1511 Melaka direbut Portugis, sehingga Sultan Mahmud Syah I dalam mengendalikan pemerintahannya berpindah-pindah antara Melaka, Muara Bintan dan akhirnya di Kampar sampai dia meninggal tahun 1528.

Dengan di angkatnya Narasinga sebagai Sultan Kerajaan Inderagiri, berarti status sosialnya kembali terangkat sederajat dengan sultan-sultan yang lain. Namun kesetiaanya kepada Sultan Mahmud Syah I tidaklah berkurang, ternyata pada saat penyerangan ke Malaka tahun 1524, Narasinga ikut ambil bagian dalam membantu Sultan Mahmud Syah I.

 

3.3 Berkembangnya Kesultanan Inderagiri

  1. Hubungan Inderagiri dengan Johor

Dalam sejarah melayu disebutkan bahwa Sultan Alauddin Riayat Syah II (1528-1564) telah berangkat ke (Hujung Tanah” (Johor) untuk mendirikan pusat pemerintahan dan tempat bersemayam Sultan. Tempat yang dipilihnya adalah Pekantua, terletak di pinggir sungai Johor. Semenjak itu kerajaan tersebut bernama kerajaan Johor-Riau sebagai kelanjutan kerajaan Riau inilah Johor di kenal Eksistensinya di perairan selat Melaka.

Sultan Inderagiri ke-2 Sultan Usuluddin Hasanah (1532-1557) melakukan hubungan dengan Johor sebagai kelanjutan hubungan Inderagiri dengan Melaka. Hal ini terbukti pada saat pada Sultan Alauddin Riayat Syah II untuk memerlukan bantuan menghadapi Aceh. Inderagiri bersama-sama Bentan, Siak, Perak dan Pahang membantu Johor dalam melawan Aceh tahun 1540.

Pada tahun 1547 Sultan Alauddin Riayat Syah II pergi ke Inderagiri dengan maksud memperkokoh hubungan Johor dengan Inderagiri sebagi daerah taklunya.

Intervensi Minangkabau ke Inderagiri untuk menguasai Kuantan telah dapat di hancurkan Datuk Denang Lelo, Datuk Jomang Kuto dan Datuk Lelo Dirajo dari peranap dan Baturijal. Untuk beberapa waktu, hasil lada hitam dari Minangkabau telah dapat dibawa ke Inderagiri.

 

  1. Hubungan Inderagiri dengan Kuantan

Hubungan antara Inderagiri dengan Rantau Kuantan sangat dekat sekali, bahkan pernah pada masa pengaruh Pagaruyung diserahkan tugas kepada Datuk Temenggung yang Dipertuan Muda Inderagiri menjadi orang tengah di Konfederasi Rantau Kuantan penyerahan tugas itu dengan maksud untuk menyelesaikan persengketaan antara Orang Gedang di Kuantan. Datuk Temenggung dan yang dipertuan Muda Inderagiri ditugaskan dengan syarat Bila timbul peertikaian.

 

  1. Hubungan Inderagiri dengan Kompeni Belanda (VOC)

Dalam usaha memperluas jaringan perdagangan Kompeni Belanda di sekitar selat Malaka, mereka membuka Loji di Inderagiri tahun 1615, dan saat itu yang memerintah dalam kesultanan Inderagiri adalah Sultan Jamaluddin Keramat Syah (1599-1658) yakni Sultan Inderagiri ke-4. Dengan dibukanya loji itu, diharapkan akan dapat menghimpun dan meningkatkan perdagangan Kompeni di Inderagiri. Perdagangan Kompeni itu tidak berjalan mulus, karena mendapat saingan dari pedagang-pedagang Cina, Portugis dan Inggris. Pada tahun 1622 Kantor Dagang (loji) Kompeni di Inderagiri di tutup. Penutupan loji itu tidaklah berarti bahwa kegiatan dagang Kompeni terhenti, sebab mereka masih datang juga dalam kondisi yang kurang menguntungkan.

 

3.4 Pemindahan Ibukota Kesultanan Inderagiri

Pekantua menjadi Ibukota Kesultanan Inderagiri semenjak tahun 1508 atau dari pelantikan Narasinga sebagai Sultan Inderagiri selama masa pemerintahannya, Ibukota Kesultanan Inderagiri dipindahlannya ke kota lama atau dulu di sebut kota Mudoyan, yang terletak disebelah hulu Pekantua. Jarak antara Pekantua dengan Kota lama lebih kurang 50 Km jalan darat dan kalau melewati jalan sungai lebih jauh dari itu karena banyaknya kelokan. Hanya tidak dapat diungkapkan tahun pemindahan itu karena tidak ada data yang bisa dijadikan sumber. Yang jelas pemindahan itu paling lambat 1532, sebab pada tahun itu juga Narasinga wafat.

Pada situs sejarah di Kotalama ditemukan pemakaman Sultan-Sultan yang pernah memerintah selama Ibukota berpusat di Kotalama. Pemakaman di tempat itu di pugar tahun 1992 dan setiap makam ditulis namanya. Satu diantara makam itu adalah makam Narasinga.

Kota lama menjadi Ibukota Kesultanan Inderagiri selama lebih kurang 233 tahun (1532-1765), kalau pindahan itu terjadi tahun 1532. sekiranya pemindahan itu lebih awal dari Ibukota Kesultanan Inderagiri. Sedangkan tahun 1765 merupakan batas akhir pemerintahan di Kotalama, sebab pada tahun itu ibu kota pindah lagi ke Raja Pura (Japura).

Sultan Muzafarsyah naik tahta Kerajaan tahun 1707 menggantikan ayahandanya Sultan Mudomad Syah.

Diperkirakan pembunuhan itu terjadi tahun 1715, sebab Sultan Muzafarsyah memerintah antara 1707-1715. sebagai penggantinya Raja Ali Mangkubumi mengangkat dirinya sendiri dengan gelar Sultan Zainal Abidin Inderagiri dan memerintah tahun 1715-1735.

Sultan Hasan Salahuddin sebelum wafat telah sempat memindahkan Ibukota Kesultanan Inderagiri ke Raja Pura yang lebih popular disebut Japura pada tahun 1765. hanya yang tidak dapat dijelaskan adalah sebab dipindahkannya Ibukota itu ke Japura. Selama lebih kurang 50 tahun (1765-1815) di Japura ini telah memerintah tiga orang Sultan yakni Sultan Hasan Salahuddin (1765) Sultan Inderagiri ke 13, Raja Kecik Besar Gelar Sultan Sunan (1765-1815), Sultan ke-14, dan Sultan Ibrahim (1784-1815). Dari ketiga Sultan itu yang lebih lama memerintah di Japura hanyalah Sultan Sunan dan Sultan Ibrahim.

Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim ada tindakan untuk mempertahankan Kesultanan Inderagiri, karena adanya ambisi Minangkabau ingin menguasai Inderagiri atau Kuantan.

Pada tanggal 5 januari 1815 Sultan Ibrahim memindahkan Ibukota Kesultanan Inderagiri ke Rengat, dan pada tahun itu pula dia wafat. Pemindahan itupun tidak ada alasan yang pasti karena tidak adanya data yang dapat digunakan sebagai buktinya. Apakah pemindahan itu atas dasar keinginan pemerintahan Hindia Belanda atau apakah merupakan suatu bukti bahwa sultan yang memerintah saat itu ingin memindahkan karena didukung biaya yang tersedia untuk pembangunan Istana baru atau adanya faktor lain.

 

3.5 Undang-Undang dan Peraturan Kesultanan Inderagiri

Untuk mengatur jalannya pemerintahan dan masyarakat, Narasinga telah menggunakan aturan-aturan yang masih bersifat sederhana. Pada masa pemerintahan Sultan Hasan Salahuddin (1735-1765) Sultan Inderagiri ke-13, aturan-aturan Narasinga di tingkatkan dan di sempurnakan menjadi Undang-undang Kesultanan yang meliputi Undang-undang Adat Kerajaan Inderagiri, Peradilan Adat Kerajaan (Hukum Pidana dan Hukum Perdata) dan Panji-Panji Raja serta Mentri kerajaan. Semua undang-undang itu di uraikan T. Arif, SH dalam bukunya Rakyat Kulim Menjemput Raja ke Melaka, sebagai berikut:

  1. Struktur pemerintahan berdasarkan  Lembaga Undang-undang Adat Kerajaan Inderagiri

1.      Pemerintahan Tingkat Kerajaan

a)      Beraja Nan Berdua, maksudnya

-         Yang Dipertuan Besar Sultan, dan

-         Yang Dipertuan Muda

b)      Berdatuk Nan Berdua, meliputi

-         Datuk Temenggung

-         Datuk Bendahara

c)      Berpanglima Besar dan Berlaksamana

2.      Mentri Nan Delapan (Pembantu Datuk Bendahara)

Terdiri atas:

-         Sri Paduka

-         Bentara

-         Bentara Luar

-         Bentara Dalam

-         Majalela

-         Panglima Dalam

-         Sida-Sida

-         Panglima Muda

3.      Tiga Datuk Rantau, meliputi orang-orang kaya

Sebagai berikut:

-         Orang Kaya Setia Kumara, di Lala

-         Orang Kaya Setia Perkasa, di Kelayang

-         Orang Kaya Setia Perdana, di Kota Baru

4.      Penghulu Nan Tiga Lorong, terdiri atas:

-         Yang Tua Raja Mahkota, di Baturijal Kampung Hulu

-         Lela Di Raja di Baturijal Kampung Hilir

-         Dana Lela, di Pematang

5.      Kepala Pucuk Rantau

-         Tun Tahir, di Pantai Lubuk Ramo

-         Di Sebelah Kanan Berdatuk pada Datuk Bendahara

-         Di Sebelah Kiri Baginda Majalela, Berdatuk pada Tumenggung.

ISLAM DI INGGRIS

 

Tumbuh Pesat di Tengah Sejumlah Ganjalan

Nama Resmi

The United Kingdom of Great Britain and the Northern Ireland

Ibu Kota

London

Cakupan Wilayah

England, Wales, Scotland dan Northern Ireland

Bentuk Negara

Constitutional Monarchy (Kerajaan Konstitusional)

Sistem Pemerintahan

Demokrasi Parlementer

Dasar Konstitusi

Tradisi dan Kebiasaan yang berlaku yang dikumpulkan secara bertahap

Partai-Partai Besar

Partai Buruh dan Partai Konservatif

Bahasa Resmi

Bahasa Inggris

Agama

Kristen Protestan (Mayoritas), Katolik, Protestan, Presbyterian, Orthodox, Yahudi, Islam, Hindu dan Budha.

Bendera

The Union Jack

Luas Wilayah

243.305 km2

Populasi

Rata-rata 246 orang per km2 (2001)

Mata Uang

Great Britain Poundsterling (GBP)

Kebijakan Luar Negeri

Melindungi keamanan dan meningkatkan pengaruh Inggris di dunia Internasional, serta mendukung terciptanya suatu tatanan internasional yang tertib dan aman

Masuknya Islam ke Inggris

Kehadiran Islam di Inggris bisa dilacak sejak 300 tahun yang lalu, yakni berawal dari rekrutmen para pelaut yang dilakukan oleh East India Company dari Yaman, Gujarat, SInd, Assam, dan Bengal. Mereka dijadikan laskar. Sebagian kecil dari mereka lalu menetap di kota-kota pelabuhan di Inggris, terutama London, Cerdiff, Liverpool, South Shields, dan Tyneside. Muslim di negara itu memiliki akar budaya yang berbeda satu sama lain.

Sekitar abad ke-19, sejumlah pengusaha Muslim juga telah berniaga ke kerajaan itu. Salah satunya adalah perusahaan terkenal ‘Mohamed’s Baths’ yang didirikan di Brighton oleh Sake Deen Mohammed (1750-1851). Selain pekerja dan pedagang, pada akhir abad ke-19 mulai masuk juga kelompok intelektual ke Inggris. Hal ini bisa terlihat tatkala pada periode antara 1893 hingga 1908, sebuah jurnal mingguan bernuansa islami, The Cresent, mulai disebarkan di Liverpool. Pendiri jurnal ini adalah William Henry Quilliam (yang di komunitas Muslim dikenal sebagai Syaikh Abdullah Quillam), yang berprofesi sebagai pengacara. Dia masuk Islam pada 1887 setelah lama bermukim di Aljazair dan Maroko. Ditambah lagi dengan adanya gelombang migrasi kaum Muslim secara besar-besaran ke Inggris tahun 1950-an.

Pada 1951, penduduk Muslim di negara itu diperkirakan baru mencapai 23 ribu jiwa. Sepuluh tahun belakangan, populasi penduduk Muslim di Inggris menjadi 82 ribu, dan pada 1971 sudah mencapai 369 ribu jiwa. Saat ini, jumlah penduduk Muslim di Inggris sekitar 2 juta jiwa. Membengkaknya angka migrasi ini, terutama dari negara bekas jajahan Inggris seperti Pakistan dan Bangladesh, disebabkan adanya peluang ketersediaan lapangan pekerjaan di Inggris, terutama industri baja dan tekstil yang berkembang pesat di Yokshire dan Lanchasire. Terbitnya Commonwealth Immigration Act of 1962, yang semakin memberikan kemudahan untuk menjadi warga negara Inggris bagi warga negara bekas jajahan Inggris, juga turut mendorong laju migrasi ini.

Perkembangan Islam dan Posisi Kaum Muslim

Sebelum Tragedi 11 September, perkembangan Islam di negeri ini sangat pesat. Dari segi kuantitas bisa dilihat dari perkembangan yang disebut di atas. Demikian juga dari segi kualitas, kaum Muslim di sana tidak banyak mendapatkan kesulitan yang berarti tatkala berusaha mengimplementasikan keberagamaannya. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah Inggris yang secara tegas membebaskan seluruh warganya untuk memeluk dan menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Artinya, setiap warga negara Inggris tidak dibatasi dan dilarang untuk memeluk suatu agama apa pun. Negara tidak mengeluarkan agama resmi yang diakui oleh negara. Setiap warga negara dapat memeluk agama apa pun (termasuk di dalamnya tidak beragama sekalipun) walaupun agama tersebut baru, termasuk menjalankan seluruh ajarannya. Di samping itu, ini didukung pula oleh sikap masyarakat Inggris yang sangat tak acuh pada keberadaan agama selama mereka tidak merasa terganggu. Dari sinilah akhirnya perkembangan Islam begitu cepat.

Namun, di balik kebebasan yang ada masih terdapat ganjalan-ganjalan secara kolektif yang dikembangkan baik oleh pemerintah maupun kelompok-kelompok yang ada. Sebagai contoh, hingga saat ini, banyak dari kalangan generasi muda Muslim yang rata-rata berasal dari Asia Selatan tengah mengalami pergulatan hebat yang kompleks, terutama terkait dengan persoalanan identitas mereka sebagai Muslim. Mereka cenderung mudah teralienasikan dari bingkai kemuslimannya sebagai akibat tingginya angka pengangguran, rendahnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan, kualitas iman, persoalan kehidupan wanita dalam ruang publik, perspektif yang bias dari media hingga isu-isu rasial.

Apalagi pasca Tragedi 11 September 2001, yang ternyata memberikan dampak yang sangat hebat bagi Muslim di Inggris. Bukan lagi seputar isu, namun lebih dari itu, tindakan rasial yang selama ini hanya sedikit jumlahnya menimpa kaum Muslimin di sana, setelah tragedi tersebut, dari sisi kuantitas semakin sering dialami oleh kaum Muslim di berbagai sektor kehidupan. Sikap rasis jamak dilihat di tempat-tempat pusat kebudayaan Islam. Sering terjadi, sebagian dari kaum Muslim yang bepergian mengalami tindakan serupa di bandar udara atau stasiun kereta api internasional. Untuk meredam kemungkinan dampak negatif yang dialami komunitas Muslim, sehari setelah serangan itu, Perdana Menteri Tony Blair menyatakan, “Tindakan yang tercela (pengeboman WTC) itu sangat kontras dengan nilai-nilai Islam. Mayoritas Muslim secara luas sangat luwes, orang-orang jujur, yang juga mengalami kengerian yang sama terhadap apa yang telah terjadi.”

Namun, pasca tragedi ini pula terjadi perubahan sikap pemerintah terhadap komunitas Muslim. Saat ini telah ditunjuk secara khusus oleh parlemen Inggris beberapa tenaga ahli yang ditugasi untuk mempelajari Islam secara mendetil untuk membantu pengambilan keputusan politik yang terkait dengan komunitas Islam. Dari sinilah posisi kaum Muslim di sana mulai mengalami sejumlah hambatan hingga marjinalisasi sistemik.

Memanfaatkan Momentum yang Ada

Jika kita lihat lebih dalam, seolah-olah kebijakan yang diambil oleh PM Tony Blair terkait dengan kebijakan dalam dan luar negerinya bertentangan satu dengan lainnya. Namun, jika ditilik lebih lanjut, ternyata apa yang diambil justru saling menguatkan. Memang, jika ditilik dari kebijakan luar negerinya, Inggris cenderung memusuhi Islam. Kondisi ini tampak pada bagaimana kengototan Inggris bersama AS menggempur Afganistan dan Irak yang menyiratkan secara tegas kebenciannya pada Islam. Belum lagi jika ditilik dari akar sejarah, Inggrislah yang menghancurkan Daulah Khilfah Islamiyah di Istambul Turki. Melalui konspirasi yang keji bersama antek-anteknya (Mustafa Kemal, dll), mereka secara berlahan tetapi pasti merongrong dan selanjutnya menggulingkan Khilafah sekaligus menggantinya dengan pemerintahan sekular ala Inggris. Dari sini dapat dipahami mengapa dalam kerangka politik luar negerinya, Inggris begitu ‘gelap mata’ terhadap negeri-negeri Islam.

Namun, kebijakan sebaliknya, yaitu melindungi warga Muslim, diambil dalam kebijakan politik dalam negeri Inggris. Bukan hanya warga Muslim yang sudah sejak lama menjadi warga negaranya, namun tokoh-tokoh Muslim pelarian dari berbagai negeri Muslim pun dapat dengan mudah mendapatkan suaka untuk selanjutnya melanjutkan aktivitasnya seperti yang dilakukan di negeri asalnya. Artinya, seluruh kaum Muslim, selama dia masih menjadi warga negara Inggris, akan senantiasa dibela dan dilindungi, baik tatkala dia berada di dalam wilayah Inggris maupun bukan. Walaupun secara ide mereka sangat berseberangan atau cenderung bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah, mereka bebas melakukannya.

Kebijakan yang seolah-olah ambigu antara satu dengan yang lain, jika kita telusuri lebih jauh tidak bertentangan satu sama lain. Justru yang ada adalah sesuai dengan doktrin politik luar negerinya, yaitu melindungi keamanan dan meningkatkan pengaruh Inggris di dunia Internasional, serta mendukung terciptanya suatu tatanan internasional yang tertib dan aman.

Namun, secara praktis kebijakan di atas muncul sebagai akibat dari pertama: institusi Inggris mengatur dan melindungi kebebasan setiap individu untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapatnya. Pemerintah Inggris ingin tetap mencitrakan diri sebagai negara demokratis yang senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan HAM. Oleh karena itu, setiap warga negara dijamin kebebasannya mengeluarkan pendapatnya walau berseberangan dengan pemerintah atau bahkan cenderung menghina. Sebagai contoh apa yang terjadi dalam demonstrasi menentang kebijakan Blair menggempur Irak. Para demonstran menggambarkan Blair sebagai kaki tangan Bush dengan replikasi Bush sebagai tuan sedangkan Blair sebagai anjing piaraan. Penghinaan ini tidak dituntut sama sekali oleh pemerintah. Kondisi ini menunjukkan betapa kebebasan mengeluarkan pendapat sangat dijunjung tinggi. Tokoh-tokoh Islam dapat dengan leluasa—tanpa ada rasa khawatir terkena undang-undang anti-subversif—menyampaikan ide-ide Islam yang notabene bertentangan secara frontal dengan ideologi sekular yang diusung oleh pemerintah Inggris. Dengan kebebasan ini pula, mereka dapat dengan mudah menyampaikan ide-ide Islam kepada khalayak ramai untuk kemudian mengajak mereka menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, untuk menghadapi politik Amerika. Kita tahu persis bahwa tokoh-tokoh Islam yang bersuara vokal tersebut pada intinya senantiasa menyerang politik AS. Kondisi ini menghasilkan keuntungan tersendiri bagi Inggris. Walaupun secara ideologi tidak ada perbedaan, terjadi perbedaan kepentingan antara Inggris dengan AS, baik dalam ekonomi atau dalam sejumlah hal lainnya. Perbedaan ini kemudian memicu Inggris mencoba menerjemahkan kebijakannya agar doktrin politik luar negerinya tetap tercapai. Di satu sisi Inggris adalah sekutu setia AS yang akan senantiasa diminta bantuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Namun di sisi lain, Inggris sebetulnya merupakan rival AS yang harus diperhitungkan. Kebijakan politik luar negeri Inggris yang hampir sama dengan AS jelas akan mengakibatkan terjadinya benturan kepentingan. Contohnya adalah dalam kasus perebutan kepentingan ekonomi di kawasan Timur Tengah. Inggris sudah sejak lama menanamkan agen-agennya di Timur Tengah untuk mengamankan kepentingannya. Namun, sejak Perang Teluk I usai, kestabilan kepentingan dan keberadaan agen-agen Inggris di Timur Tengah mulai bergeser atau bahkan mulai terkikis oleh kepentingan dan agen AS. Ladang-ladang minyak dan hasil bumi lainnya mulai tersedot ke Amerika. Belum lagi tingkat loyalitas para pemimpin di negeri Muslim. Pada awalnya, bisa dipastikan bahwa mereka semua adalah agen Inggris. Namun, pasca Perang Teluk I kondisinya mulai berubah. Mereka mulai memberikan loyalitasnya kepada AS. Kondisi ini tentu sangat merugikan kepentingan Inggris.

Dari sinilah mengapa pada akhirnya dengan masuknya para tokoh Islam yang kritis terhadap AS di Inggris justru menjadi ‘berkah’ tersendiri bagi Inggris. Keberadaan mereka kemudian disulap menjadi bentuk dukungan real dari salah satu komponen masyarakat untuk memenangkan persaingan dengan AS. Selain itu, mereka juga dijadikan tempat produksi ‘senjata’ kritik ampuh yang mudah didapat untuk digunakan mengkritisi kebijakan AS. Namun, justru kebijakan ini pun menjadi ‘berkah’ lain bagi perkembangan Islam di Inggris.

Dari sini tampak jelas, bahwa walaupun kelihatan bertentangan, pada hakikatnya kebijakan luar dan dalam negeri Inggris tetap sama, yaitu untuk kemajuan dan kejayaan Inggris sendiri.

Sejarah Negara Irak

 

Irak sebelum Islam

Irak terkenal sebagai tempat lahirnya peradaban. Lebih dari sepuluh ribu situs arkeologi bernilai tinggi terdapat di sini. Sejarah Irak dimulai pada zaman paleolitik yang hidup di dataran Mesopotamia, sekitar seribu abad yang lalu. Dataran subur ini diapit sungai Tigris dan sungai Eufrat, atau lebih dikenal dengan sebutan “Bulan sabit yang subur”.


Pada tahun 4800 SM ditemukan tanda-tanda kebaradaan bangsa Sumeria di kawasan al-Ubaid. Dan pada tahun 2371 SM kelompok Akkodians mendirikan kerajaan yang dapat mempersatukan bangsa Sumeria.

Tahun 1894 SM kelompok Amorites mendirikan dinasti Babylonia. Salah satu yang menjadi penguasanya adalah Hammurabi (1792-1750 SM). Dialah yang pertama kali membuat aturan hukum negara di dunia. Setelah berjalan bertahun-tahun terjadi konflik antar saudara yang berakhir dengan hancurnya dinasti Babylonia. Kemudian muncul Babylonia baru. Diantara rajanya yang terkenal adalah Nebuchardnezzar II yang membangun “Taman Gantung” yang bertingkat-tingkat dengan ketinggian tiap lapisan kurang lebih 350 kaki.

Irak setelah Islam masuk

Agama Islam dan bangsa Arab masuk ke wilayah Irak pada masa Khilafah Umar bin Khottob tahun 637 M. Merekalah yang menyebut wilayah ini Irak. Kholifah kemudian mendirikan dua kota penting, yaitu Kuffah dan Bashroh.

Tahun 750 M dinasti Abbasiyah menguasai Irak. Putranya, al-Mansur menemukan sebuah kota kecil yang dinamakan Baghdad yang ia juluki “Madinatus Salam (Kota Perdamaian). Baghdad didirikan pada tahun 762, menjadi ibu kota kekhalifahan Abbasiah oleh Abu Jafar al-Mansur, yang dikenal sebagai orator dan administrator ulung serta pakar bahasa. Sejak saat itu, kota yang terletak di tepi barat Sungai Tigris tersebut seakan mewarisi kejayaan kerajaan-kerajaan besar di Mesopotamia. Sejarah menceritakan, Baghdad menjadi pusat perdagangan, budaya, dan kota pelajar yang penting. Bahkan, Baghdad juga pernah dianggap sebagai pusat intelektual dunia, pusat kekuatan dunia. Di kota itulah dahulu kebudayaan Arab dan Persia bercampur dan menghasilkan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan karya-karya sastra yang adiluhung. Apa yang sudah diletakkan Al-Mansur terus dikembangkan oleh para penerusnya. Di tangan Harun ar-Rashid (786-806), cucu Al-Mansur, Baghdad kian bersinar dan menjadi kota terbesar kedua di dunia setelah Konstantinopel. Adalah Harun ar-Rashid pula yang memerintahkan pembangunan kanal-kanal kota, tanggul, dan tempat-tempat penampungan air. Ia juga memerintahkan agar rawa-rawa sekitar Baghdad dikeringkan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.

Di zaman Harun ar-Rashid—yang dikenal sebagai “Khalifah yang tidak pernah tidur” karena selalu keliling negerinya di malam hari untuk bertemu dan mendengarkan apa keinginan rakyatnya, kaum intelektual mendapat tempat terhormat. Seni sastra juga berkembang pesat. Di kala itu lahirlah cerita Seribu Satu Malam dan muncul tokoh cerita Aladdin, Ali Baba, dan Sinbad “Si Pelaut”.

Kebudayaan Arab berkembang demikian pesat di zaman Al-Ma’mun (813-833), putra Harun ar-Rashid. Di zaman khalifah inilah dilakukan penerjemahan karya-karya para penulis Yunani. Al-Ma’mun juga mendirikan Darul Hikmah yang mengambil alih peran Universitas Jundaisapur Persia. Segera setelah akademi itu didirikan, Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan. Perpustakaan di akademi tersebut diperkaya dengan buku-buku terjemahan dari pelbagai bahasa. Para sarjana dari berbagai bangsa dan agama diundang untuk bekerja di akademi tersebut.

Direktur pertama akademi itu adalah Hunain ibn Ishaq yang menerjemahkan karya-karya filsafat dan kedokteran Yunani. Bahkan, mereka juga menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Lama dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Di zaman itu pula para sarjana di bawah pimpinan Hunain ibn Ishaq melahirkan karya besar, yakni di bidang matematika terutama kalkulus integral. Pakar matematika terkemuka kala itu adalah Abu Ja’far Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi (680-750). Dialah yang menemukan persamaan aljabar dan angka nol. Al-Khawarizmi menulis 10 buku pelajaran matematika. Ia juga menulis buku pelajaran aritmatika yang memperkenalkan angka-angka Hindu ke dunia Arab. Buku-buku itu pula yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, dan kemudian berkembang di daratan Eropa.

Baghdad benar-benar tumbuh menjadi kota budaya, kota pelajar, dan kota damai. Berbagai ilmu pengetahuan maju pesat. Al-Makmun pernah mengirim rombongan penerjemah ke Konstantinopel, Roma dan sebagainya untuk menghimpun buku-buku sains dan filsafat yang belum ada dalam Islam untuk kemudian dibawa ke Baghdad. Rombongan ekspedisi ini terdiri atas Abu Yahya ibnu Bathriq (w. 815 M), Muhammad ibnu Salam (w. 839 M), Hajja ibnu Yusuf ibnu Mathar (w. 833 M), dan Hunain ibnu Ishaq (w. 874 M). Pada masa pemerintahan al-Mutawakkil (847-861 M), seorang ahli matematika dari Sabia, Tsabit Ibnu Qurrah (w. 901 M) dan murid-muridnya menerjemahkan karya-karya Yunani terutama bidang geometri, dan astronomi, termasuk juga karya-karya juga karya-karya Aristoteles, Plato, Apollonius, Galen, Archimedes, Hyppocrates, Ptolemus, Euclid, dan Pythagoras dalam bahasa Arab. Melalui kegiatan penerjemahan inilah terjadi gelombang helenisme I dalam Islam yang kemudian mendorong berkembangnya filsafat dalam Islam. Munculnya para filosof dalam Islam seperti al-Kindi (w. 870 M), al-Farabi (w. 950 M), Ibnu Sina (w. 1037 M) tidak dapat dilepaskan dari gerakan penerjemahan tersebut. Mereka tidak sekadar membaca dan menerjemahkan karya-karya dari Yunani, tapi juga memberi ulasan, komentar, elaborasi, dan seterusnya. Tentu saja mereka juga mendialogkan antara pemikiran filsafat Yunani dengan segi-segi ajaran Islam. Atas dasar itu, tidak mengherankan jika beberapa segi pemikiran filsafat dalam Islam sangat nampak dipengaruhi oleh filsafat Yunani.

Studi kedokteran juga maju dan kemudian mendorong didirikannya rumah sakit-rumah sakit di Baghdad. Sejarah mencatat, ketika itu penduduk Baghdad mencapai satu juta orang. Wilayah kekuasaan Bani Abbasiah pun membentang dari Cina bagian barat hingga Afrika bagian utara. Pada abad ke-13, di masa pemerintahan khalifah Abbasiah ke-37, Al-Mustansir Billah, didirikanlah universitas. Roda sejarah terus berputar dan kebesaran Bani Abbasiah pun mulai pudar, antara lain karena persoalan di dalam. Selain itu, juga banyak tokoh kondangnya meninggal. Salah satu tokoh terkemuka di akhir masa Abbasiah adalah Abu Hamid al-Ghazali, seorang profesor Al-Madrasa Al-Nizamiya, sekolah hukum agama terbesar pertama di Baghdad yang didirikan pada tahun 1067. Pusat kaum intelektual pun lantas pindah ke Cairo, Mesir, dan Cordoba serta Toledo, Spanyol. Dari wilayah Spanyol inilah karya-karya besar para ilmuwan dan pemikir Muslim masuk dan meresap ke Eropa.

Tahun demi tahun Irak dipimpin oleh satu Khalifah hingga datang bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan tahun 1258 M dan menaklukkan negeri ini. Kota dihancurkan. Menurut cerita, ratusan ribu orang dibantai pasukan Mongol dan sungai darah mengalir di jalan-jalan, sementara lembah-lembah penuh jenazah. Hulagu membangun piramida tengkorak para ilmuwan, pemimpin agama, dan penyair Baghdad. Kemudian dilanjutkan oleh Timur Leng yang menghancurkan Baghdad pada tahun 1401 M. Terjadilah perebutan kekuasaan yang menghantarkan Irak ke tangan kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah (1514-1918 M). Dan akibat dari perjanjian damai perang dunia I, Irak diperintah dan dijajah Inggris.

Irak dibawah kolonial Inggris

Tahun 1914 M Inggris mulai menjajah Irak. Kemudian diumumkanlah Irak menjadi negara kerajaan pada tahun 1921 M. Jelang sebelas tahun kemudian, yaitu tahun 1932 M, Irak merdeka walaupun masih dibawah kendali Inggris hingga tahun 1958 M. Pada tahun ini kerajaan Irak digulingkan dan berdirilah negara republik. Antara tahun 1958-1968 M banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan kekuasaan berada di tangan militer. Kemudian pada tahun 1968 terjadi revolusi besar yang sangat bersejarah di Irak yang membawa partai Ba’ats pada tampuk kekuasaan.

Irak pasca revolusi

Tertanggal 17 juli 1968 Irak memasuki babak baru dalam sistem kenegaraan. Pada tanggal ini terjadi revolusi di Irak yang menumbangkan rezim presiden Abdurrahman Arif dan diganti oleh Ahmad Hasan Bakar sebagai presiden dan Saddam Hussen sebagai wakilnya. Revolusi ini dilaksanakan oleh Ibrahim Abdurrahman Daud, pemimpin pasukan garda republik ketika itu dan Abdurrazak Naif, direktur intelejen Irak masa itu. Naif dijadikan Perdana Menteri dan Daud dijadikan Menteri Pertahanan. Akan tetapi keduanya adalah mata-mata yang bekerja untuk CIA, dinas intelejen AS. Daud mengatakan bahwa revolusi ini adalah atas perintah dari CIA yang bertujuan untuk manjaga keberlangsungan keamanan Israel di Timur Tengah. Setelah diketahui bahwa keduanya adalah mata-mata CIA, maka pada tanggal 30 juli 1968 atau tiga belas hari setelah revolusi tersebut, mereka diusir dari Irak.

Pada tahun 1970 keluar keputusan untuk menghukum mati Abdul Ghoni ar-Rowy, mantan wakil Perdana Menteri Irak pada masa Abdurrahman Arif dan salah seorang jendral yang ingin menumbangkan pemerintahan Bakar dan Saddam pada awal-awal pemerintahannya yang bekerja sama dengan pemerintahan Iran ketika itu. Maka keluarlah keputusan hukuman mati itu dimana Rowy sendiri berada di Iran ketika keputusan diambil.

Saddam Hussen menjadi orang nomor satu di Irak pada tahun 1979. Sejarah perpolitikannya selalu diwarnai dengan darah selama itu dianggap perlu dalam melanggengkan kekuasaannya. Diantara bukti nyatanya adalah perang yang terjadi antara Irak dan Iran selama kurun waktu delapan tahun (1980-1988). Dua tahun setelah itu Irak kemudian menjajah Kuwait (1990) yang berakibat terjadinya perang teluk antara Irak dan pasukan sekutu pimpinan AS.

Ini salah satu contoh nyata perpolitikan luar negeri Irak yang diwarnai dengan darah. Begitupun perpolitikan dalam negerinya yang baru terkuak pada akhir-akhir ini, dimana ditemukan kuburan-kuburan masal korban politik penentang Saddam. Keputusan hukuman mati terhadap Rowy dapat pula di jadikan sampel.

Akan tetapi tidak semua kelakuan Saddam bernilai negatif. Banyak kemajuan-kemajuan yang didapat pada pemerintahan Saddam, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, pertanian, transportasi, dan demokrasi.

Irak pasca perang teluk

Secara langsung perang teluk berdampak pada penderitaan rakyat Irak yang tidak berdosa. AS, melalui tangan PBB mengembargo Irak secara menyeluruh selama kurang lebih enam tahun (1990-1996). Kemudian embargo ini diperingan dengan disetujuinya program “Minyak untuk pangan”, dimana Irak boleh menjual hasil minyaknya sejumlah enam milyar dollar selama enam bulan dan dibelikan bahan makanan. Program ini pun belum dapat mengangkat beban rakyat Irak yang sangat menderita sehingga beberapa negara di dunia mengusulkan untuk mencabut embargo PBB atas Irak. Akan tetapi, AS yang tidak ingin Irak keluar dari hegemoninya selalu membuat alasan yang mengada-ada demi keberlangsungan embargo tersebut.

Diantara alasannya adalah kepemilikan Irak akan senjata pemusnah masal, dimana sampai saat ini belum terbukti bahwa Irak mempunyai senjata tersebut. Malahan AS dengan beraninya mengeluarkan surat keterangan palsu yang mengabarkan bahwa disana terdapat perjanjian antara Irak dan Nigeria tentang pembelian uranium, bahan pembuat nuklir.

Dampak korban perang teluk ini begitu menyedihkan. Jutaan bocah tewas karena epidensi kangker darah serta beragam penyakit lain yang belum dikenal. Setelah diteliti bahwa semuanya ini berujung pada penggunaan depleted uranium sebagai sumber radiasi. Rupanya serangan-serangan pasukan sekutu mengandung unsur-unsur bom nuklir. Hal ini diakui menhan Inggris dan dari dokumen dephan AS.(untuk lebih lengkapnya tentang korban perang teluk baca Izzah edisi 14, Maret 2003).

Irak pasca Saddam tumbang

Akhirnya tamat riwayat perpolitikan Saddam di Irak. Tepat hari Rabu, 9 April 2003 Baghdad resmi jatuh ke tangan Hulagu “Bush” Khan abad 21. Banyak kesamaan antara dua manusia ini. Dilihat dari tarikhnya, jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H terjadi pada bulan Muharram. Begitu pun pada bulan Maret-April lalu, peran Amerika-Irak bermula sejak bulan Muharram juga. Dilihat dari cara penghancurannya tidak jauh berbeda antara keduanya. Begitu pun tentang kejatuhan keduanya, yang dimulai dari pengkhianatan anak buahnya.

Akan tetapi meskipun Irak telah jatuh, masih ada harapan-harapan yang tersirat dari perlawanan-perlawanan rakyat Irak. Jatuh korban dari pihak AS begitu membuat Bush kalang kabut. Dan ini akan menjadikan citra perpolitikan Bush di mata parlemen AS semakin jelek.

Islam di Italia

Sejarah Islam di Italia dimulai pada abad ke-9: Sisilia dan beberapa wilayah di Semenanjung Italia telah menjadi bagian Muslim Ummah. Antara tahun 828 (Penaklukan Muslim Sisilia) dan 1300 (penaklukan kubu Islam terakhir Lucera di Puglia), Islam hampir tidak dijumpai di Italia saat terjadi penggabungan negara tahun 1861 hingga 1970-an, hingga gelombang pertama imigran Afrika Utara mulai tiba. Bangsa Afrika Utara tersebut, umumnya berasal dari Barbar atau Arab, yang datang paling banyak berasal dari Maroko. Banyak juga yang berasal dari Albania, hingga belakangan ini mereka diikuti oleh orang Mesir, Tunisia, Senegal, Somalia, Pakistan dan lainnya.

Saat ini terdapat 60.000 atau warganegara Italia yang Muslim. Mereka adalah orang asing yang menjadi warganegara Italia dan orang Italia asli yang berpindah agama menjadi Islam.

Islam dikenal formal oleh negara di Italia disamping menjadi agama terbesar kedua setelah Katolik. Agama lain seperti Yahudi dan kelompok kecil seperti Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah dan Gereja Advent Hari Ketujuh, telah diakui oleh pemerintah Italia. Pengenalan resmi telah memberikan agama lain ini kesepakatan untuk menguntungkan "pajak agama" nasional.

Sejarah

Ketika awal abad ke-7 dan ke-8 beberapa bangsa Lombard, bangsa Jerman yang menguasai bagian Italia, berpindah dari Arianisme menjadi Islam sebagai ganti Katolik. Al-Ankubarti tersebut umunya bertempur sebagai tentara sewaan dalam pasukan Arab di pantai Mediterania Afrika, khususnya di Ifriqiyah Tunisia, dan dibagi adil dengan Saqaliba oleh Muslim Arab. Di Palermo tengah, sebuah daerah utuh diberi nama Saqaliba. Orang Sicily Saqaliba yang terkenal dari abad ke-10 adalah Jauhar as-Siqilli, pemimpin militer Fatimiyah dan pendiri Kairo. Orang Sisilia Saqaliba lain, orang Slavia Sabir al-Fata, yang mengalahkan Taranto dan Otranto di tahun 927.

Muslim Arab di Italia

Serangan bangsa Arab pertama di Sisila Byzantium tahun 652, 667 dan 720 gagal; Syracuse ditaklukkan pertama untuk sementara waktu di tahun 708, namun invasi yang direncanakan tahun 740 gagal karena pemberontakan Berber dari Maghreb yang berakhir hingga tahun 771 dan perang sipil di Ifriqiyah yang berakhir hingga tahun 799. Namun, Sardinia menjadi Islami dalam beberapa langkah yang dimulai tahun 711, 720 dan 760 secara berturut-turut. Pulau Italia Pantelleria telah ditaklukkan oleh Arab tahun 700.

Muslim di Sisilia

Untuk mengakhiri pemberontakan tetap pasukan ini, hakim Aghlabid dari Ifriqiya mengirimkan pemberontak Arab, Barbar dan Andalusia untuk menaklukkan Sicily di tahun 827, 830 dan 875, yang dipimpin antara lain Asad bin al-Furat. Tahun 902, hakim Ifriqiyan sendiri yang memimpin sebuah pasukan untuk mempertahankan pulau. Hakim Sisilia, yang memberontak mempertahankan Konstantinopel, disebut oleh Muslim (nama Saracen oleh orang Eropa) sebagai pembantu. Tahun 831, Palermo jatuh ke tangan mereka, tahun 843 diikuti Messina, di tahun 878 Syracuse, tahun 902 Taormina, tahun 918 Reggio Calabria di dataran utama, dan di tahun 964 menjatuhkan Rometta, bagian terakhir daratam Byzantium di Sisilia.

Kekuasaan Arab dalam pertanian Sisilia menjadi makmur dan menjadikan ekpor yang terorientasi. Seni dan kerajinan tangan berkembang di kota ini. Palermo, ibukota Arab di pulau ini, memiliki 300,000 penduduk saat itu, lebih banyak dari semua kota gabungan Jerman. Di awal abad ke-11, orang Muslim menjadikan setengah populasi Sicily, dengan orang Arab mendominasi utara pulau sekitar Palermo dan Barbar yang umum di area sekitar Agrigento di selatan.

 

Peperangan di Ostia tahun 849 mengakhiri serangan Arab ketiga di Roma.

Emirat di Apulia

Dari Sisilia, orang Muslim set over to the mainland dan menghancurkan Calabria. Tahun 835 dan kemudian tahun 837, Duke dari Napoli bertempur melawan Duke dari Benevento dan dijuluki orang Muslim sebagai penolong. Tahun 840, Taranto dan Bari jatuh ke tangan Muslim, dan tahun 841 Brindisi. Capua dihancurkan, Benevento, yang dibawah perlindungan bangsa Frank saat itu, terkuasai tahun 840-847 dan kemudian 851-52. Serangan Arab di Roma tahun 843, 846 dan 849 gagal. Tahun 847 Taranto, Bari dan Brindisi mendeklarasikan mereka sebagai emirat yang merdeka dari Aghlabids. Beberapa dekade Muslim menguasai Mediterania dan menyerang kota-kota di pesisir Italia. Tahun 868-70 Ragusa di Sicily berada di bawah kekuasaan Arab.

Hanya setelah kejatuhan Malta tahun 870, Kristen dunia barat berhasil dalam memperbaiki angkatan perang melawan Muslim. Kaisar Franko-Romawi Louis II menaklukkan Brindisi dan menumpas bangsa Arab di Bari tahun 871, namun kemudian jatuh tertawan Aghlabids. Sebagai gantinya, Byzantium menaklikkan Taranto tahun 880. Sejumlah kecil benteng Arab di selatan bertahan hinggan tahun 885, contohnya Santa Severina Crotone di Calabria. Tahun 882, bangsa Muslim dijumpai di mulut Sungai Garigliano antara Naples dan Roma basis baru jauh di utara, yang bersatu dengan Gaeta, dan menyerbu Campania seperti Sabinia di Lazio. Seratus tahun kemudian, Byzantium disebut bangsa Arab Sicilia sebagai pendukung melawan kempanye kaisar Jerman Otto II. Mereka mengalahkan Otto di Taranto tahun 982 dalam pertempuran di Crotone dan dalam 200 tahun berikutnya sebagian besar digantikan dalam mencegah penggantinya sejak memasuki Italia selatan.

Tahun 1002, Bari dikuasai lagi oleh bangsa Arab, namun kemudian dikuasai lagi oleh Byzantium. Melus (Melo), Emir Bari 1009-1019, melawan Byzantium dan dijuluki oleh orang Normandia sebagai penyelamat. Melus, berasal dari Lombard-Arabi, digambarkan sebagai Ismail dalam sulaman emas "Sternenmantel", yang diberikan kaisar Jerman Henry II.

Setelah Aghlabids dikalahkan di Ifriqiya, Sicily jatuh di abad ke-10 kepada pengganti Bani Fatimiyah mereka, namun mengklaim kemerdekaan setelah pertempuran antara Islam Sunni dan Islam Syi'ah dibawah Kalbids.

Invasi di Piedmont

Setelah mereka menguasai kekaisaran Visigoth di Spanyol, bangsa Arab dan Barbar 729-765 dari Septimania dan Narbonne melakukan pengepungan di Italia utara, dan tahun 793 menyerbu lagi Perancis selatan (Nice 813, 859 dan 880). Tahun 888 Muslim Andalusia mengubah pasukan baru di Fraxinet dekat Frejus di Provinsi Perancis, dari dimana mereka mengawali pengepungan sepanjang pesisir dan di dalam Perancis.

Tahun 915, setelah Pertempuran Garigliano, bangsa Muslim kehilangan pasukan mereka di selatan Lazio. Tahun 926 Raja Hugh dari Italia memerintah bangsa Arab untuk bertempur mempertahankan Italia utara yg direbut miliknya. Tahun 934 dan 935 Genua dan La Spezia diserang, diikuti oleh Nice di tahun 942. Di Piedmont, bangsa Muslim menempuh sejauh Asti dan Novi, yang bergerak ke utara sepanjang lembah Rhône dan bagian barat Alps. Setelah kekalahan Pasukan Burgundy, Tahun 942-964 mereka menguasai Savoy dan menduduki sebagian Switzerland (952-960). Kota Swiss seperti Saratz tetap menggunakan lambang keberadaan Arab di wilayah itu. Untuk melawan bangsa Arab, Kaisar Berengar I, sainggan Hugh, memerintah bangsa Hungaria, dimana dalam pergerakannya, mereka menghancurkan utara Italia. Dibawah tekanan Raja Jerman, Fraxinet harus menyerah di tahun 972, namun tiga puluh tahun kemudian, di tahun 1002, Genoa diserbu, dan di tahun 1004 Pisa.

Pisa dan Genoa bergabung untuk mengakhiri aturan Muslim hingga Corsica (Islam 810/850-930/1020) dan Sardinia. Sejak 1015 Sardinia dilindungi oleh armada Emir Andalusia Dénia di Spanyol, yang dikalahkan oleh persatuan bangsa Italia tahun 1016 dan kemudian setelah invasinya tahun 1022. Hanya di tahun 1027 bangsa Italia berhasil dalam mengalahkan Muslim Sardinia; pergolahakan Muslim terakhir berakhir tahun 1050.

Sicily dibawah Normandia

 

Istana lama Emir: Palazzo dei Normanni.

San Giovanni degli Eremiti: Simbiosis Arabia-Byzantium-Normandia

Peta dunia oleh kartografer Morocca al-Idrisi untuk Raja Roger dari Sicily.

Berkas:Lucera0002.jpg

Katedral Lucera: di reruntuhan masjid.

 

Catatan Arab dalam Mantel Penobatan.

Budaya dan perekonomian di Sicily yang berawal di bawah Kalbid terhambat oleh pertempuran dalam, yang diikuti dengan intervensi, tahun 1027, oleh Zirids Tunisia, dan oleh Pisa (1030-1035) dan Byzantium. Sicily Timur (Messina, Syracuse dan Taormina) dikuasai oleh Byzantium tahun 1038-1042. Tahun 1059 kemudian bangsa Normandia dari Italia selatan, dipimpin oleh Roger I, bergabung dalam pertempuran. Bangsa Normandia menduduki Reggio di tahun 1060 (tahun 1027 merebut dari Arab oleh Byzantium). Tahun 1061 Messina jatuh ke tangan Normandia; sebuah invasi oleh Hammadid Algeria untuk memelihara peraturan Islam yang terhambat di tahun 1063 oleh armada Genoa dan Pisa. Kekalahan Palermo tahun 1072 dan Syracuse tahun 1088 tidak dapat dicegah. Noto dan pertahanan Muslim terakhir di Sicily jatuh di tahun 1091. Tahun 1090-91 bangsa Normandia juga menduduki Malta; Pantelleria jatuh di tahun 1123.

Populasi Muslim penting tersisa di Sicily dibawah Normandia.[1][2] Roger II yang menjadi tuan rumah di wilayahnya, bersama yang lain, geografer terkenal Muhammad al-Idrisi dan penyair Muhammad bin Zafar. Saat pertama, umat Muslim bertoleransi dengan bangsa Normandia, namun kemudian tekanan dari Paus menjadikan diskriminasi terhadap mereka meningkat; banyak masjid dihancurkan atau dijadikan gereja. Normandia Sisilia pertama tidak ambil bagian dalam Perang Salib, namun mereka segera melakukan sejumlah invasi dan pemberontakan di Ifriqiya, sebelum mereka dikalahkan disanan setelah tahun 1157 oleh Almohad.

Kehidupan tenang bersama di Sicily akhirnya berakhir dengan kematian Raja William II tahun 1189. Orang Muslim terpilih bermigrasi saat itu. Pengetahuan medis mereka dipertahankan di Schola Medica Salernitana; simbiosis Arabi-Byzantium-Normandia dalam seni dan arsitektur diabadikan sebagai Gaya Arsitektur Roma Sisilia. Pelarian Muslim yang tersisa, menjadi contoh Caltagirone di Sicily, atau bersembunyi dalam gunung dan lanjutan penentangan terhadap Dinasti Hohenstaufen, yang mengatur pulau dari tahun 1194. Dalam tanah kebanggan pulau, Muslim dilafalkan oleh Ibnu Abbad, Emir Sicily terakhir.

Untuk mengakhiri pergolakan ini, kaisar Frederick II, pengikut Perang Salib, manghasut kebijakan "pembersihan" etnis dan agama, berkaitan dengan tekanan Papal namun juga dalam perintah untuk menjadikan kemampuan pasukan loyal yang tidak dapat terpengaruh oleh saingan Kristen (baron lokal dan raja asing, seperti Paus). Tahun 1224-1239 dia mendeportasi 20.000-30.000 Muslim dari Sicily menuju koloni dibawah kendali militer di Lucera di Apulia, kira-kira 20 kilometer barat laut Foggia dan 150 kilometer barat laut Bari. Dia menjadikan koloni otonomi dan mendukung mereka, dengan demikian membantu kebudayaan Muslim di Italia untuk terakhir kalinya. Tahun 1249 dia menolak Muslim dari Malta. Frederick memiliki pasukan pengaman Muslim, berbahasa Arab dan mengenakan Mantel Penobatan yang dibuat oleh penjahit Arab, menyebabkan paus membuangnya sebagai "Sultan Lucera". Saat kematian Frederick, menururt dugaan 60.000 Muslim tinggal di Lucera.

Setelah kejatuhan Hohenstaufen dalam Pertempuran Benevento (1266), dimana Muslim bertempur berdampingan dengan Staufer Sisilia, dan kekalahan pengikut Perang Salib di tahun 1291, Lucera dikalahkan di tahun 1300 pada hasutan paus oleh Raja Charles II dari Naples. Populasi Muslim, yang berjumlah kira-kira 100.000, dibunuh dan diperbudak.

Ottoman di Otranto

Apulia termasuk dalam Kerajaan Naples dan berdiri dibawah peraturan Spanyol sejak pertengahan abad ke-15. Orang Spanyol telah memulai serangan terakhir dalam pendudukan Granada tahun 1481. Tumpuan Islam terakhir di Spanyol membawa panggilan putus asa untuk membantu semua negara Islam Mediterania.

Kekaisaran Ottoman, di tahun 1453 dibawah Sultan Mehmed II telah memduduki Konstantinopel dan Galata, tahun 1475 tumpuan terakhir Genuas di Laut Hitam dan tahun 1479 Koloni Venetian Euboea di Yunani, tahun 1480 menyelesaikan serangan pengalih keraguan di teritorial Spanyol di Italia selatan, setelah tahun 1479 pasukan Turki telah memasuki Friuli di Italia utara (dan kemudian 1499-1503). Kota pelabuhan Apulia dari Otranto, berlokasi sekitar 100 kilometer tenggara Brindisi, dikuasai dan dirubah untuk digunakan sebagai kepala jembatan bangsa Turks, namun diserahkan lagi tahun 1481, ketika Mehmed meninggal dan Konstantinopel menyaksikan peperangan untuk tahta.

Cem, orang yang mendapat tahta Ottoman, dikalahkan disamping dukungan paus; dia melarikan diri dengan keluarganya Kerajaan Naples, dimana keturunan laki-lakinya dianugrahkan dengan sebutan Principe de Sayd oleh Paus tahun 1492. Mereka tinggal di Naples hingga abad ke-17 dan di Sisilia hingga 1668 sebelum merelokasi ke Malta.

Serangan di abad ke-16

Hal ini menjadi perdebatan jika Otranto bermaksud untuk menjadikan pasukan dalam pertempuran berikutnya. Sultan Ottoman tidak pernah menyerahkan ambisi mereka untuk mengakhiri Kristen di Roma dan menerapkan kedaulatan Islam.

Setelah pendudukan Ragusa (Dubrovnik) dan Hungaria tahun 1526 dan kekalahan pasukan Turki di Vienna tahun 1529, pasukan Turki menyerang kembali Italia selatan. Tahun 1512/1526 Ottoman menduduki Reggio dan tahun 1537 bagian Calabria dan di tahun 1538 mengalahkan Pasukan Venesia. Tahun 1539 Nice dikepung oleh bangsa Barbaria (Pengepungan Nice), namun percobaan penguasaan Turki di Sisilia gagal, seperti percobaan pendudukan Pantelleria tahun 1553 dan pengepungan Malta tahun 1565.

Spanyol, penyumbang terbesar untuk kejayaan Kristen „Persaingan Suci“ dalam pertempuran Lepanto tahun 1571 dibuat oleh Republik Venice, antara 1423 (dan khususnya sejak 1463) dan 1718 memerangi delapan perang pantai terhadap Kekaisaran Ottoman.

Situasi saat ini

Menurut statistik resmi Italia terakhir, Muslim mencapai sekitar 34% dari 2.400.000 penduduk asing yang tinggal di Italia pada 1Januari 2005.

820.000 penduduk asing tersebut merupakan sejumlah Muslim yang secara resmi bertempat tinggal di Italia, 100.000-150.000 lainnya seharusnya ditambahkan, sebagai keberadaan Muslim, menurut perkirahan tahunan yang disetujui secara luas asosiasi Italia Caritas, sekitar 40% imigran resmi Italia.

Disamping imigran legal menunjukkan minoritas keberadaan Muslim di Italia, isu Islam di Italia saat ini berhubungan dengan beberapa partai politik (khususnya 'Luga Utara' atau 'Lega Lombarda') dengan imigrasi, dan imigrasi ilegal yang lebih spesifik. Imigrasi telah menjadi isu politik yang terbuka, ketika, khususnya di musim panas, laporan muatan kapal imigran ilegal atau program berita dominasi clandestini.

Kepolisian tidak memiliki keberhasilan besar dalam meninterupsi banyaknya ribuan clandestini yang menepi di pantai Italia, terutama karena panjangnya garis pantai Italia semata: total sekitar 8.000 km . Namun, banyak clandestini yang berlabuh di Italia hanya menggunakan Italia sebagai jembatan menuju negara UE lain, karena fakta bahwa Italia tidak memiliki banyaknya peluang ekonomi untuk mereka seperti Jerman atau Perancis, dan kurang lebih iklim yang tidak bersahabat untuk keberadaan mereka, juga dengan ketaatan beragama umat Katolik Italia.

Jumlah Muslim asing yang telah berkedudukan warganegara Italia diperkirakan antara 30.000 hingga 50.000, jika Muslim Italia (dari marga Italia yang sebelumnya termasuk penganut Katolik atau tidak memiliki agama lalu masuk Islam) diperkirakan kurang dari 10.000.

Karena itu, di tahun 2005 jumlah Muslim yang tinggal di Italia diperkirakan menjadi antara 960.000 hingga 1.030.000, dengan perkiraan rata-rata mendekati angka jutaan dimana media Italia sudah mulai mengadopsi yang merujuk pada populasi Muslim di Italia.

Keberadaan Muslim saat ini 1.4% dari populasi Italia, presentase rendah dari negara UE besar lain, dan masih turun dari yang tercatat di Italia antara pertengahan abad ke-9 dan akhir abad ke-13, sebelum perpindahan pesukan Muslim terakhir di Puglia tahun 1300.

Saat zaman Pertengahan, populasi Muslim bertotal hampir berpusat diInsular (Sisilia, Sardinia) dan (Calabria, Puglia) Italia Selatan, saat ini lebih rata penyebarabbya, yang hampir 55% Muslim mendiami Utara Italy, 25% di Pusat, dan hanya 20% di Selatan.

Harus dikatakan bahwa disamping 'Invasi Muslim' tiruan, Muslim membentuk proporsi rendah imigran kemudian di tahun selanjutnya, ketika laporan statistik terakhir Mentri Italia Interior dan Caritas menunjukkan bahwa bagian Muslim antar imigran baru merosot dari lebih 50% awalnya di tahun 1990-an (umumnya Albanian dan Moroccan) menjadi kurang dari 25% di dekade selanjutnya, dengan Negara non-Muslim seperti Rumania, Moldavia, dan Ukrainayang mempolopori "gelombang" imigrasi terakhir.

Ukuran kecil relatif komunitas Muslim lokal berarti bahwa Islam telah membuat dampak penting pada kehidupan publik, namun terdapat tanda bahwa perubahan. Titik saat ini pergolakan antara Italian asli dan populasi imigran Muslim meliputi keberadaan salib di rusang kelas sekolah dan kamar rumah sakit Italia. Adel Smith talah menarik media pertimbangan dengan menuntut bahwa salib di tempat publik (sekolah, rumah sakit, dan kantor pemernitah) dipindahkan. Konsili Negara Italia, dengan jumlah kalimat 556, 13 Februari 2006 , mengkonfirmasi pajangan salib dalam dukungan pemerintah ditempatkan.

Jika non-Kristen mungkin tidak melihat ini sebagai alasan untuk menjadikan salib wajib dalam institusi negara, banyak Muslim juga telah menyatakan oposisi mereka untuk memindahkan salib karena mereka tidak menemukan mereka mengganggu. Mereka mengutip fakta bahwa banyak negara dengan Muslim mayoritas, hal ini umum dijumpai anak panah dalam ruang hotel yang menandakan arah Mekah, dan bahwa ini tidak dibuat bahan perdebatan oleh non-Muslim.