Sabtu, 13 Juni 2009
instrumen buatan ( IB )
IB / Instrumen Buatan adalah artificial insemination / AL. merupakan tingkat teknologi pertama dalam ilmu reproduksi ternak dan merupakan cara yang paling tepat, cepat, dalam menyebar luaskan bibit unggul disuatu wilayah dengan jalan meningkatkan pemakaian pejantan untuk perkawinan.
Penggunaan teknologi IB di Indonesia dimulai sejak tahun 1952, pada hakekatnya IB merupakan suatu kegiatan pemasukan sperma (semen) kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan peralatan buatan manusia dengan tujuan untuk memperoleh kebuntingan dalam usaha meningkatkan efisiensi
Keuntungan IB dibandingkan dengan kawin alam adalah sebagai:
1) Peningkatan mutu genetic lebih cepat dengan daya reproduksi yang tinggi dari turunannya
2) Dapat meningaktkan pemakaian pejantan yang berkualitas baik
3) Di ongkos lebih murah
4) Meransang peternak untuk membuat catatan (recording) seperti tentang kemampuan reproduksi ternaknya.
5) Penggunaan pejantan lebih sedikit, maka kesempatan untuk seleksi menjadi lebih baik.
Kerugiannya
Sebenarnya bukan merupakan kerugian tetapi lebih bersifat batasan (limitan)
1) diperlukan petugas teknik IB yang terlatih baik untuk melaksanakan semen, pemeriksaan, pengobatan, pengiriman dan IB pada sapi betina.
2) Pemeriksaan semen yang kurang teliti dapat menyebabkan penyebaran penyakit
3) Recording yang kurang baik, menyebarkan sifat-sifat genetic yang buruk pada turunannya.
4) Inseminasi intra uterus pada sapi yang sedang gravid dapat menyebabkan abortus.
5) Pelaksanaan / deposisi sperma yang salah dapat menyebabkan endometritis pada sapi.
Syarat-syarat untuk menjadi ternak ekspor IB:
1) umur sapi minimal 2 tahun
2) skor kondisi tubuh diatas 3
3) ternak sehat secara fisik
4) ternak memiliki birhi normal
5) berat hidup diperkirakan 7260 Kg
6) sapi tidak dalam keadaan bunting
Peralatan-peralatan yang digunakan untuk IB
1) Insemination gun atau pistolet
2) Plastik sheet atau selubung plastic
3) Pinset atau penjepit
4) Gunting
5) Tissue
Langkah-langkahnya:
Pelaksanaan IB dilakukan dengan metode rectovaginal, dengan prosedur sebagai berikut:
1) Ekor dipegang keatas atau diangkat, jari-jari inseminator dikuncupkan dan dimasukan kedalam rectum secara perlahan-lahan, menghindari stress yang mungkin terjadi kontraksi dari rectum dapat ditanggulangi dengan membuka dan menutupkan jari-jari tangan didalam rectum.
2) Usahakan menemukan lokasi rectum, sementara IB-gun siap di gigit di mulut inseminator.
3) Bibir vulva dibersihkan dengan tissue sebelum IB-gun dimasukan untuk mencegah kontaminasi vulva dengan kotoran dari kulit.
4) Setelah melewati daerah vulva, IB-gun diarahkan keatas untuk menghindari masuk ke lubang urethra, setelah menemukan lubang vagina, arah IB-gun diubah menjadi mendatar
5) Endorong IB-gun perlahan sambil manipulasi ceruit yang dipegang dengan tangan kiri ke atas, kebawah, atau kesamping kiri-kanan.
6) Semen di depositkan pada saat melampaui lipatan ketiga pada corpus uleri, bila terjadi kesulitan pada waktu melalui lipatan ceruix, maka dapat dilakukan penekanan ceruix kedepan.
7) Menghindari pelaksanaan IB secara kasar, karena hal tersebut dapat menyebabkan pelepasan hormone odrenalin oleh uterus dan menyebabkan kegagalan pebuahan. Penanganan yang halus dapat menstimulasi pelepasan hormone oxytocin yang mendorong keberhasilan pembuahan.
8) Pelaksanaan IB untuk setiap ekor sapi max tiga kali. Bagi sapi akseptor yang tidak menunjukan tanda-tanda positif bunting setelah 3 kali inseminasi akan diteliti secara kusus khusus.
Perlu diingat
• Alat untuk melakuan IB namanya = (gun)
• Bibit/sperma pejantan yang sudah dibekukan nmanya = (strow)
Warna strow bermacam-macam, tergantung dengan kegunaan : (ukuran P = ± 7,5 – 10 cm)
- Oren = untuk sapi Bali
- Hijau = untuk sapi Brangus
- Putih = untuk sapi Simental
- Biru = untuk sapi Brahman
- Merah = untuk sapi Limosin
• Lama kebuntingan sapi yang melakukan IB adalah 28 – 285 ( ± 9 bulan 10 hari)
• Birahi adalah suatu fase/waktu dimana hewan bersedia di pe
• Siklus birahi adalah jarak antara saat birahi yang satu dengan berikutnya.
kulture shock
A. Latar Belakang Masalah
Istilah Culture Shock atau gegar budaya pertama kali diperkenalkan oleh seorang peneliti bernama kalvero Oberg pada tahun 1958. ia menemukan fakta bahwa setiap manusia yang bepergian dan hidup disuatu Negara atau daerah dengan kebiasaan masyarakat yang berbeda dengan kebiasaan masyarkat ditempat tinggal asalnya, akan mengalami perasaan “Gegar Budaya”.
B. Tujuan pembatasan
Memberikan pengetahuan bagi pembaca bahwa jika ingin bepergian ke luar kota / Negara yang belum pernah dikunjungi, hendaknya pelajarilah dulu sebanyak-banyaknya kebudayaan yang akan dikunjungi tersebut.
C. Ruang Lingkup / Pembatasan Masalah
Culture Shock atau Gegar Budaya adalah sebuah penyakit yang diakibatkan jika bepergian jauh dan berbeda dari tempat asalnya.
ISI
A. Pengertian
Culture Shock atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Gegar Budaya” adalah istilah Psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang menghadapi kondisi lingkungan social dan budaya yang berbeda.
Penting bagi kita untuk mengetahui bahwa Culture Shock pastinya terjadi pada setiap orang yang bepergian keluar negeri atau ke wilayah yang jauh dari tempat tinggal. Namun beberapa orang menampakan reaksi-reaksi yang lebih dasyat, terhadap situasi lingkungan yang berbeda disekitarnya.
Peyebab Culture Shock
Ketika seseorang bepergian keluar negeri ia menjadi bak “Ikan keluar dari dalam air” kenapa begitu? Karena, ketika kita berada dinegeri sendiri,kita tidak terlalu menyadari kebudayaan yang telah membesarkan kita.
Bagai mana cara kita berbicara, berjalan, menggunakan istilah-istilah tertentu, isyarat atau mimic muka tertentu, sudah menjadi kebiasaan dan telah melekat dalam otak kita, menempel dalam perilaku kita sehari-hari.
Lantas, ketika kita memasuki sebuah daerah dengan kebudayaan yang baru, kita tidak tahu isyarat serta kebiasaan yang diterapkan oleh masyarakat didalam daerah tersebut. Semuanya benar-benar serba berbeda, tidak hanya bahasa , isyarat atau peraturan yang berlaku, namun juga hal-hal kecil seperti bagaimana cara makan dan minum. Bagaimana cara menggunakan fasilitas umum seperti toilet atau alat transportasi, bagaimana cara menonton film di bioskop dan lain sebagainya.
“Gejala-gejala Culture Shock atau Gegar Budaya”
Yaitu gejala-gejalanya mirip dengan gejala depresi seperti dibawah ini:
• Merasa sedih dan sendiri / terasingkan
• Tempramen cepat berubah, merasa sering goya dan tidak berubah, merasa sering goya dan tak berdaya
• Terkadang disertai masalah kesehatan, seperti demam, flu dan diare.
• Sering merasa marah, kesal dan tidak mau berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
• Suka mengkait-kaitkan dengan kebudayaan di Negara / daerah asal dan bahkan menganggap Negara asal lebih baik.
• Merasa kehilangan identitas / cirri-ciri pribadi
• Berusaha keras menyerap dan memahami semua kebiasaan yang ada dinegara barunya.
• Menjadi kurang percaya diri
• Membentuk suatu stereotip (pencitraan yang buruk) terhadap kebudayaan baru.
Fase-fase Culture Shock
Para ahli Psikologi menggambarkan empat tahapan yang dialami seseorang ketika menghadapi “Gegar Budaya” yatu sebagai berikut:
1. Fase Bulan Madu
Ketika seseorang mengijakan kakinya disuatu daerah asing, pertama-tama semua nampak berjalan mulus dan menyenangkan. Ia merasa gembira menemukan hal-halbaru ditengah menikmati gaya hidup dinegara barunya.
2. Fase Penolakan
Si pendatang mulai harus berurusan dengan masalah-masalah kecil seperti transportasi (jadwal bis yang ngaret atau malah terlalu on time?), belanja kebutuhan (nggak bias beli makanan favorit karena memang nggak ada), atau masalah komunikasi dengan masyarakat setempat. Nah pada fase inilah si pedatang mulai sering mengeluhkan hal-hal kecil didaerah barunya, fase ini juga yang paling penting untuk dikenali karena disinilah sipendatang mulai merasakan adanya “Krisis” dalam dirinya. Ia mulai menjelek-jelekkan daerah barunya, dan hanya bias melihat kekurangan-kekurangan yang ada.
3. Fase Konformis
Pada fase inilah pendatang mulai memahami kebudayaan barunya, nilai-nilai moral yang berlaku serta apa yang menjadi panutan masyarakat disekitarnya. Krisis didalam dirinya telah berlalu ketika ia mulai dapat bertoleransi dengan perbedaan-perbedaar yang ada. Pada tahap inilah si pendatang secara 90% telah beradaptasi dengan lingkungan barunya.
4. Fase Asimilasi
Pada fase ini pendatang sudah bias menerima kebiasaan adapt, pola piker, bahkan makanan dan minuman di Negara barunya. Disinilah si pendatang berfikir bahwa tidak ada hal yang lebih baik atau kurang baik. Tetapi hanya “berbeda”. Bahwa ketika pulang kedaerah asalnya, ia mulai merindukan daerah yang pernah ditinggalinya dan selalu mengenang setiap peristiwa yang didalamnya untuk seumur hidup.
Cara Mengatasi Culture Shock
Ketika memustuskan akan bepergian keluar negeri atau ke suatu daerah, hendaknya pelajarilah sebanyak-banyaknya kebudayaan yang akan dihadapi melalui buku-buku brosur, informasi dari kedutaan setempat dan sebagainya. Bahkan kalau bias mencicipi makanan khas Negara atau daerah tersebut, dan mengikuti kursus bahasa sebelu berangkat.
Selain itu, ada beberapa tips atau cara lainnya se[perti berikut ini:
• Bersikaplah terbuka dan mempersiapkan diri terhadap hal-hal baru.
• Jangan terlalu cepat mengkeritik, mengeluh, menjudge kebiasaan yang berlaku dinegara atau daerah tujuan, apalagi membandingkan dengan Negara asal, karena nggak kan bakal ada habisnya dech….!
• Kembangkan hobimu. Itu penting karena untuk mengusir rasa jenuh dan stress dalam diri kita.
sejarah kembang harum
Sejarah Asal Usul Desa Kembang Harum
Pada tahun 1942, Belanda masih menjajah di
Selang beberapa tahun nama Linggarjati berubah menjadi Tanah Busuk. Menurut cerita desa tersebut dinamakan Tanah Busuk dikarenakan tanahnya memang berbau, tetapi sangat subur, sehingga ketika Jepang menginjaki kakinya disana, dibuatlah sebagian tanah didesa tersebut perkebunan sayur – sayuran. Kemudian lahirlah nama daerah “Kebun Sayur”. Masyarakat sekitarlah yang menjadi karyawan disana, dan dibawah pengawasan tentara HEIHO.
Desa tanah busuk dipimpin oleh seorang kepala desa yang bernama Towi Kromo. Towi Kromo adalah seorang yang gemar bertani dan menanam bunga. Dibawah kepemimpinan Towi Kromo nama desa berubah lagi diadakanlah musyawarah tentang perubahan nama desa yang akan di pakai. Towi Kromo mengusulkan sebuah nama yaitu “Kembang Harum”. Yang artinya bunga yang wangi. Aspirasi beliau ini dikarenakan beliau suka menanam bunga, dan dirasa nama Kembang Harum lebih tinggi kesannya dibandingkan Tanah Busuk.
Oleh masyarakat nama itu disepakati dan digunakan sampai sekarang.