Sabtu, 13 Juni 2009

kulture shock

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Istilah Culture Shock atau gegar budaya pertama kali diperkenalkan oleh seorang peneliti bernama kalvero Oberg pada tahun 1958. ia menemukan fakta bahwa setiap manusia yang bepergian dan hidup disuatu Negara atau daerah dengan kebiasaan masyarakat yang berbeda dengan kebiasaan masyarkat ditempat tinggal asalnya, akan mengalami perasaan “Gegar Budaya”.

B. Tujuan pembatasan
Memberikan pengetahuan bagi pembaca bahwa jika ingin bepergian ke luar kota / Negara yang belum pernah dikunjungi, hendaknya pelajarilah dulu sebanyak-banyaknya kebudayaan yang akan dikunjungi tersebut.

C. Ruang Lingkup / Pembatasan Masalah
Culture Shock atau Gegar Budaya adalah sebuah penyakit yang diakibatkan jika bepergian jauh dan berbeda dari tempat asalnya.
ISI

A. Pengertian
Culture Shock atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Gegar Budaya” adalah istilah Psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang menghadapi kondisi lingkungan social dan budaya yang berbeda.
Penting bagi kita untuk mengetahui bahwa Culture Shock pastinya terjadi pada setiap orang yang bepergian keluar negeri atau ke wilayah yang jauh dari tempat tinggal. Namun beberapa orang menampakan reaksi-reaksi yang lebih dasyat, terhadap situasi lingkungan yang berbeda disekitarnya.


Peyebab Culture Shock

Ketika seseorang bepergian keluar negeri ia menjadi bak “Ikan keluar dari dalam air” kenapa begitu? Karena, ketika kita berada dinegeri sendiri,kita tidak terlalu menyadari kebudayaan yang telah membesarkan kita.
Bagai mana cara kita berbicara, berjalan, menggunakan istilah-istilah tertentu, isyarat atau mimic muka tertentu, sudah menjadi kebiasaan dan telah melekat dalam otak kita, menempel dalam perilaku kita sehari-hari.
Lantas, ketika kita memasuki sebuah daerah dengan kebudayaan yang baru, kita tidak tahu isyarat serta kebiasaan yang diterapkan oleh masyarakat didalam daerah tersebut. Semuanya benar-benar serba berbeda, tidak hanya bahasa , isyarat atau peraturan yang berlaku, namun juga hal-hal kecil seperti bagaimana cara makan dan minum. Bagaimana cara menggunakan fasilitas umum seperti toilet atau alat transportasi, bagaimana cara menonton film di bioskop dan lain sebagainya.

“Gejala-gejala Culture Shock atau Gegar Budaya”

Yaitu gejala-gejalanya mirip dengan gejala depresi seperti dibawah ini:
• Merasa sedih dan sendiri / terasingkan
• Tempramen cepat berubah, merasa sering goya dan tidak berubah, merasa sering goya dan tak berdaya
• Terkadang disertai masalah kesehatan, seperti demam, flu dan diare.
• Sering merasa marah, kesal dan tidak mau berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
• Suka mengkait-kaitkan dengan kebudayaan di Negara / daerah asal dan bahkan menganggap Negara asal lebih baik.
• Merasa kehilangan identitas / cirri-ciri pribadi
• Berusaha keras menyerap dan memahami semua kebiasaan yang ada dinegara barunya.
• Menjadi kurang percaya diri
• Membentuk suatu stereotip (pencitraan yang buruk) terhadap kebudayaan baru.

Fase-fase Culture Shock

Para ahli Psikologi menggambarkan empat tahapan yang dialami seseorang ketika menghadapi “Gegar Budaya” yatu sebagai berikut:
1. Fase Bulan Madu
Ketika seseorang mengijakan kakinya disuatu daerah asing, pertama-tama semua nampak berjalan mulus dan menyenangkan. Ia merasa gembira menemukan hal-halbaru ditengah menikmati gaya hidup dinegara barunya.

2. Fase Penolakan
Si pendatang mulai harus berurusan dengan masalah-masalah kecil seperti transportasi (jadwal bis yang ngaret atau malah terlalu on time?), belanja kebutuhan (nggak bias beli makanan favorit karena memang nggak ada), atau masalah komunikasi dengan masyarakat setempat. Nah pada fase inilah si pedatang mulai sering mengeluhkan hal-hal kecil didaerah barunya, fase ini juga yang paling penting untuk dikenali karena disinilah sipendatang mulai merasakan adanya “Krisis” dalam dirinya. Ia mulai menjelek-jelekkan daerah barunya, dan hanya bias melihat kekurangan-kekurangan yang ada.

3. Fase Konformis
Pada fase inilah pendatang mulai memahami kebudayaan barunya, nilai-nilai moral yang berlaku serta apa yang menjadi panutan masyarakat disekitarnya. Krisis didalam dirinya telah berlalu ketika ia mulai dapat bertoleransi dengan perbedaan-perbedaar yang ada. Pada tahap inilah si pendatang secara 90% telah beradaptasi dengan lingkungan barunya.

4. Fase Asimilasi
Pada fase ini pendatang sudah bias menerima kebiasaan adapt, pola piker, bahkan makanan dan minuman di Negara barunya. Disinilah si pendatang berfikir bahwa tidak ada hal yang lebih baik atau kurang baik. Tetapi hanya “berbeda”. Bahwa ketika pulang kedaerah asalnya, ia mulai merindukan daerah yang pernah ditinggalinya dan selalu mengenang setiap peristiwa yang didalamnya untuk seumur hidup.

Cara Mengatasi Culture Shock

Ketika memustuskan akan bepergian keluar negeri atau ke suatu daerah, hendaknya pelajarilah sebanyak-banyaknya kebudayaan yang akan dihadapi melalui buku-buku brosur, informasi dari kedutaan setempat dan sebagainya. Bahkan kalau bias mencicipi makanan khas Negara atau daerah tersebut, dan mengikuti kursus bahasa sebelu berangkat.
Selain itu, ada beberapa tips atau cara lainnya se[perti berikut ini:
• Bersikaplah terbuka dan mempersiapkan diri terhadap hal-hal baru.
• Jangan terlalu cepat mengkeritik, mengeluh, menjudge kebiasaan yang berlaku dinegara atau daerah tujuan, apalagi membandingkan dengan Negara asal, karena nggak kan bakal ada habisnya dech….!
• Kembangkan hobimu. Itu penting karena untuk mengusir rasa jenuh dan stress dalam diri kita.

1 komentar: