Selasa, 01 Desember 2009


KERAJAAN INDRAGIRI


3.1 Raja-raja Kritang (Inderagiri) di Pengasingan

  1. Orang-orang Indragiri di Melaka

Sebagai hadiah perkawinan putri Batara Majapahit Raden Galuh Candra Kirana dengan Sultan Mansyur Syah dari Melaka, Tun Bijayasura minta Inderagiri sebagai daerah jajahan Melaka. (Abdullah Ibn AM, 1952:135). Peristiwa tersebut merupakan tonggak sejarah bagi Inderagiri (Keritang), karena selama Inderagiri tunduk dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Rajanya tetap berada ditengah-tengah rakyatnya. Sedangkan setelah Inderagiri menjadi jajahan Melaka, rajanya tidak diperkenankan tinggal di Indragiri, tetapi dibawah ke Melaka. Raja Merlang (lebih kurang 1400-1473) dipisahkan dengan rakyatnya, berarti terputusnya hubungan langsung antara Raja Merlang dengan rakyatnya, sebaiknya lebih menguntungkan bagi Melaka, mudah mengawasi Inderagiri, karena rajanya berada dekat Sultan.

Supaya Raja Merlang tidak berusaha untuk kembali ke Inderagiri (Keritang), di kawinkan dengan Putri bakal anak Sultan Mansur Syah. Dari perkawinan ini raja mendapatkan putra Narasinga. Putranya dibesarkan di Melaka dan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syah (1488-1511), Narasinga di angkat menjadi menantu Sultan itu (A. Samad Ahmad, 1986:215, 217). Sesudah Raja Merlang wafat, Raja Inderagiri (Keritang) diteruskan Narasinga (1473-1508).

 

  1. Raja Narasinga kembali ke Inderagiri

Keinginan Narasinga  untuk kembali ke Inderagiri sejalan dengan kehendak rakyat dan pemerintah di Inderagiri untuk menjemput Raja Melaka. Kedatangan Narasinga memang diharapkan untuk  menyelesaikan perbedaan pendapat antara Datuk Patih dan Datuk Temenggung, terutama mengenai dasar hukum yang berlaku di Inderagiri. Datuk Patih menolak syariat Islam sebagai dasar hukum untuk menjalankan pemerintahan. Dia menginginkan sebagai dasar pemerintahan menurut adat lama, adat bukan Islam. Sebaliknya Datuk Temenggung sebagai penganut Islam menginginkan dasar hukum yang di perlakukan menurut syariat Islam (Jamal Lako Sutan, tt:12).

 

 

 

3.2 Berdirinya Kesultanan Indragiri

  1. Narasinga Menjadi Sultan Pertama (1508 – 1532)

Setelah Narasing sampai ke dungai Keruh atau disebut Sungai Inderagiri, Rakit Kulim yang di tumpanginya merapat di kampung Perigi Raja. Setelah sampai di Pekantua rombongan itu berhenti dan mereka akan tinggal dan menetap disana, karena Pekantua ketinggian dari permukaan air dan tidak jauh dari muara sungai sehingga cocok untuk tempat tinggal.

Setelah Pekantua dipilih sebagai tempat tinggal rombongan Narasinga, maka dia di lantik menjadi Sultan Inderagiri dengan gelar Maulana Paduka Sri Sultan Alauddin Iskandar Syah Johan  pada tahun 1508. Pelantikan itu dilakukan Datuk Patih, setelah terlebih dahulu Datuk Raja Mahkota memasang “Mahkota Raja” ke atas kepala Sultan.

Sesudah Narasinga dilantik sebagai Sultan maka selanjutnya dilantik pula Tun Ali untuk menjadi Bendahara sebagai kelengkapan perangkat pemerintahan kerajaan itu. Tun Ali diangkat dan diberi gelar “Raja di Balai” dengan tugasnya menyelesaikan perkara-perkara pengadilan dan urusan penghasilan kerajaan.

 

  1. Usaha Sultan membenahi kerajaan

Dalam sejarah melayu disebutkan bahwa Maharaja Isab yang mengakui dirinya raja Inderagiri tidak mau mengakui Narasinga sebagai raja yang sah. Karena itu, Maharaja Isab diserang oleh Tun Kecil dan Tun Ali sehinggan Maharaja Isab melarikan diri ke Lingga. Kedua orang itu adalah pengikut Narasing yang meninggalkan Melaka. Maharaja Isab di tampung oleh Maharaja Megar yakni orang yang berkuasa di Lingga pada saat itu. Bahkan Maharaja Isab di ambil sebagai menantu Maharaja Megat. Setelah Maharaja Megat wafat, Maharaja Isab, Maharaja Isab dianggkat pula sebagai menantu Maharaja Megat tentulah karena ada hubungan antara keduanya.

Pengangkatan Maharaja Isab menjadi raja Lingga sebelum Melaka diserang Portugis tahun 1511. sebab pada saat dia menghadap, Sultan Mahmud Syah I masih tetap di Melaka. Pada saat itu pula narasinga menyerang Lingga dalam usaha membalas tindakan dan sikap Maharaja Isab yang tidak mengakui Narasinga sebagai Raja Inderagiri yang sah. Kebencian narasinga terhadap Maharaja Isab tidak cukup sekedarnya dari Keritang, tetapi secara ofensif melakukan pengejaran ke Lingga. Namun pengejaran itu tidak menemui Maharaja, sebab dia sedang menghadap ke Melaka, karena itu keluarganya dibawa ke Indragiri.

Rakyat Lingga menepati janjinya ketika mereka dengan komando Maharaja Isab menyerang Inderagiri pada saat Narasinga bersama permaisurinya (Putri Sultan Mahmud Syah I, sedang menghadap Sultan Mahmud Syah I.

Setelah penyerangan itu Maharaja Isab menghadap kepada Sultan Mahmud Syah I yang kebetulan saat itu masih menerima Narasinga. Sultan Mahmud Syah I menerima penjelasan Maharaja Isab mengenai penyerangannya yang telah dilakukan ke Inderagiri. Akhirnya Sultan mendapatkan kesepakatan perdamaian dengan suatu pernyataan yang mengokohkan persahabatan di antara keduanya. Kesepakatan meruakan tonggak sejarah bagi Lingga dan Inderagiri bahwa mereka tidak akan saling menyerang lagi, bahkan mereka seperti bersaudara layaknya. Selama lebih kurang 4 tahun (1508 – 1511) banyak kejadian yang dapat dicatat dalam proses kehidupan kerajaan Inderagiri, Lingga dan Melaka. Diperkirakan dalam tahun 1511 Narasing meninggalkan Melaka dan sekaligus dalam tahun 1508-1511 telah terjadi penyerangan timbal balik antara Narasinga dan Maharaja Isab, selanjutnya tahun 1511 Melaka direbut Portugis, sehingga Sultan Mahmud Syah I dalam mengendalikan pemerintahannya berpindah-pindah antara Melaka, Muara Bintan dan akhirnya di Kampar sampai dia meninggal tahun 1528.

Dengan di angkatnya Narasinga sebagai Sultan Kerajaan Inderagiri, berarti status sosialnya kembali terangkat sederajat dengan sultan-sultan yang lain. Namun kesetiaanya kepada Sultan Mahmud Syah I tidaklah berkurang, ternyata pada saat penyerangan ke Malaka tahun 1524, Narasinga ikut ambil bagian dalam membantu Sultan Mahmud Syah I.

 

3.3 Berkembangnya Kesultanan Inderagiri

  1. Hubungan Inderagiri dengan Johor

Dalam sejarah melayu disebutkan bahwa Sultan Alauddin Riayat Syah II (1528-1564) telah berangkat ke (Hujung Tanah” (Johor) untuk mendirikan pusat pemerintahan dan tempat bersemayam Sultan. Tempat yang dipilihnya adalah Pekantua, terletak di pinggir sungai Johor. Semenjak itu kerajaan tersebut bernama kerajaan Johor-Riau sebagai kelanjutan kerajaan Riau inilah Johor di kenal Eksistensinya di perairan selat Melaka.

Sultan Inderagiri ke-2 Sultan Usuluddin Hasanah (1532-1557) melakukan hubungan dengan Johor sebagai kelanjutan hubungan Inderagiri dengan Melaka. Hal ini terbukti pada saat pada Sultan Alauddin Riayat Syah II untuk memerlukan bantuan menghadapi Aceh. Inderagiri bersama-sama Bentan, Siak, Perak dan Pahang membantu Johor dalam melawan Aceh tahun 1540.

Pada tahun 1547 Sultan Alauddin Riayat Syah II pergi ke Inderagiri dengan maksud memperkokoh hubungan Johor dengan Inderagiri sebagi daerah taklunya.

Intervensi Minangkabau ke Inderagiri untuk menguasai Kuantan telah dapat di hancurkan Datuk Denang Lelo, Datuk Jomang Kuto dan Datuk Lelo Dirajo dari peranap dan Baturijal. Untuk beberapa waktu, hasil lada hitam dari Minangkabau telah dapat dibawa ke Inderagiri.

 

  1. Hubungan Inderagiri dengan Kuantan

Hubungan antara Inderagiri dengan Rantau Kuantan sangat dekat sekali, bahkan pernah pada masa pengaruh Pagaruyung diserahkan tugas kepada Datuk Temenggung yang Dipertuan Muda Inderagiri menjadi orang tengah di Konfederasi Rantau Kuantan penyerahan tugas itu dengan maksud untuk menyelesaikan persengketaan antara Orang Gedang di Kuantan. Datuk Temenggung dan yang dipertuan Muda Inderagiri ditugaskan dengan syarat Bila timbul peertikaian.

 

  1. Hubungan Inderagiri dengan Kompeni Belanda (VOC)

Dalam usaha memperluas jaringan perdagangan Kompeni Belanda di sekitar selat Malaka, mereka membuka Loji di Inderagiri tahun 1615, dan saat itu yang memerintah dalam kesultanan Inderagiri adalah Sultan Jamaluddin Keramat Syah (1599-1658) yakni Sultan Inderagiri ke-4. Dengan dibukanya loji itu, diharapkan akan dapat menghimpun dan meningkatkan perdagangan Kompeni di Inderagiri. Perdagangan Kompeni itu tidak berjalan mulus, karena mendapat saingan dari pedagang-pedagang Cina, Portugis dan Inggris. Pada tahun 1622 Kantor Dagang (loji) Kompeni di Inderagiri di tutup. Penutupan loji itu tidaklah berarti bahwa kegiatan dagang Kompeni terhenti, sebab mereka masih datang juga dalam kondisi yang kurang menguntungkan.

 

3.4 Pemindahan Ibukota Kesultanan Inderagiri

Pekantua menjadi Ibukota Kesultanan Inderagiri semenjak tahun 1508 atau dari pelantikan Narasinga sebagai Sultan Inderagiri selama masa pemerintahannya, Ibukota Kesultanan Inderagiri dipindahlannya ke kota lama atau dulu di sebut kota Mudoyan, yang terletak disebelah hulu Pekantua. Jarak antara Pekantua dengan Kota lama lebih kurang 50 Km jalan darat dan kalau melewati jalan sungai lebih jauh dari itu karena banyaknya kelokan. Hanya tidak dapat diungkapkan tahun pemindahan itu karena tidak ada data yang bisa dijadikan sumber. Yang jelas pemindahan itu paling lambat 1532, sebab pada tahun itu juga Narasinga wafat.

Pada situs sejarah di Kotalama ditemukan pemakaman Sultan-Sultan yang pernah memerintah selama Ibukota berpusat di Kotalama. Pemakaman di tempat itu di pugar tahun 1992 dan setiap makam ditulis namanya. Satu diantara makam itu adalah makam Narasinga.

Kota lama menjadi Ibukota Kesultanan Inderagiri selama lebih kurang 233 tahun (1532-1765), kalau pindahan itu terjadi tahun 1532. sekiranya pemindahan itu lebih awal dari Ibukota Kesultanan Inderagiri. Sedangkan tahun 1765 merupakan batas akhir pemerintahan di Kotalama, sebab pada tahun itu ibu kota pindah lagi ke Raja Pura (Japura).

Sultan Muzafarsyah naik tahta Kerajaan tahun 1707 menggantikan ayahandanya Sultan Mudomad Syah.

Diperkirakan pembunuhan itu terjadi tahun 1715, sebab Sultan Muzafarsyah memerintah antara 1707-1715. sebagai penggantinya Raja Ali Mangkubumi mengangkat dirinya sendiri dengan gelar Sultan Zainal Abidin Inderagiri dan memerintah tahun 1715-1735.

Sultan Hasan Salahuddin sebelum wafat telah sempat memindahkan Ibukota Kesultanan Inderagiri ke Raja Pura yang lebih popular disebut Japura pada tahun 1765. hanya yang tidak dapat dijelaskan adalah sebab dipindahkannya Ibukota itu ke Japura. Selama lebih kurang 50 tahun (1765-1815) di Japura ini telah memerintah tiga orang Sultan yakni Sultan Hasan Salahuddin (1765) Sultan Inderagiri ke 13, Raja Kecik Besar Gelar Sultan Sunan (1765-1815), Sultan ke-14, dan Sultan Ibrahim (1784-1815). Dari ketiga Sultan itu yang lebih lama memerintah di Japura hanyalah Sultan Sunan dan Sultan Ibrahim.

Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim ada tindakan untuk mempertahankan Kesultanan Inderagiri, karena adanya ambisi Minangkabau ingin menguasai Inderagiri atau Kuantan.

Pada tanggal 5 januari 1815 Sultan Ibrahim memindahkan Ibukota Kesultanan Inderagiri ke Rengat, dan pada tahun itu pula dia wafat. Pemindahan itupun tidak ada alasan yang pasti karena tidak adanya data yang dapat digunakan sebagai buktinya. Apakah pemindahan itu atas dasar keinginan pemerintahan Hindia Belanda atau apakah merupakan suatu bukti bahwa sultan yang memerintah saat itu ingin memindahkan karena didukung biaya yang tersedia untuk pembangunan Istana baru atau adanya faktor lain.

 

3.5 Undang-Undang dan Peraturan Kesultanan Inderagiri

Untuk mengatur jalannya pemerintahan dan masyarakat, Narasinga telah menggunakan aturan-aturan yang masih bersifat sederhana. Pada masa pemerintahan Sultan Hasan Salahuddin (1735-1765) Sultan Inderagiri ke-13, aturan-aturan Narasinga di tingkatkan dan di sempurnakan menjadi Undang-undang Kesultanan yang meliputi Undang-undang Adat Kerajaan Inderagiri, Peradilan Adat Kerajaan (Hukum Pidana dan Hukum Perdata) dan Panji-Panji Raja serta Mentri kerajaan. Semua undang-undang itu di uraikan T. Arif, SH dalam bukunya Rakyat Kulim Menjemput Raja ke Melaka, sebagai berikut:

  1. Struktur pemerintahan berdasarkan  Lembaga Undang-undang Adat Kerajaan Inderagiri

1.      Pemerintahan Tingkat Kerajaan

a)      Beraja Nan Berdua, maksudnya

-         Yang Dipertuan Besar Sultan, dan

-         Yang Dipertuan Muda

b)      Berdatuk Nan Berdua, meliputi

-         Datuk Temenggung

-         Datuk Bendahara

c)      Berpanglima Besar dan Berlaksamana

2.      Mentri Nan Delapan (Pembantu Datuk Bendahara)

Terdiri atas:

-         Sri Paduka

-         Bentara

-         Bentara Luar

-         Bentara Dalam

-         Majalela

-         Panglima Dalam

-         Sida-Sida

-         Panglima Muda

3.      Tiga Datuk Rantau, meliputi orang-orang kaya

Sebagai berikut:

-         Orang Kaya Setia Kumara, di Lala

-         Orang Kaya Setia Perkasa, di Kelayang

-         Orang Kaya Setia Perdana, di Kota Baru

4.      Penghulu Nan Tiga Lorong, terdiri atas:

-         Yang Tua Raja Mahkota, di Baturijal Kampung Hulu

-         Lela Di Raja di Baturijal Kampung Hilir

-         Dana Lela, di Pematang

5.      Kepala Pucuk Rantau

-         Tun Tahir, di Pantai Lubuk Ramo

-         Di Sebelah Kanan Berdatuk pada Datuk Bendahara

-         Di Sebelah Kiri Baginda Majalela, Berdatuk pada Tumenggung.

5 komentar:

  1. Kerajaan Indragiri didirikan oleh Raja Merlang I bergelar Raja Kecik Mambang dan ber-ibukota di Kritang. Sultan Merlang I adalah salah seorang Pangeran Kerajaan Sriwijaya (dinasty Syailendra). Beliau hijrah ke Kuala Tungkal kemudian ke Kritang dan di Kritang ini mendirikan Kerajaan yang diberi nama Indragiri. Raja Merlang mendirikan istananya di Kritang yang terbuat dari kayu.

    Tengku Parameswara

    BalasHapus
  2. Pusat kerajaan Sriwijaya pada tahun 1298 berpusat di jambi. Salah seorang Pangerannya yang bernama Raja Merlang mengadakan perjalanan ke Kritang (melalui Kuala Tungkal)dan mendirikan kerajaan di Kritang yang diberi nama Indragiri.

    BalasHapus
  3. wah senangnya bisa mengetahui sejarah tentang kerajaan Inderagiri,baiknya tetap dipertahankan kebudayaannya,keseniannya,kita bisa bertukar pikiran dengan kebudayaan2 kerajaan2 lain di seluruh Indonesia,untuk tetap mempertahankan kebudayaan negeri kita tentunya yang positif...Amiiin

    BalasHapus
  4. wah senangnya bisa mengetahui sejarah tentang kerajaan Inderagiri,baiknya tetap dipertahankan kebudayaannya,keseniannya,kita bisa bertukar pikiran dengan kebudayaan2 kerajaan2 lain di seluruh Indonesia,untuk tetap mempertahankan kebudayaan negeri kita tentunya yang positif...Amiiin

    Endang Saptorini

    BalasHapus